Cuplikan dari Berbagai narasumber..,
Guru, Kini Negeri Ini Tertimpa Bencana Dimana-mana
GURU dahulu engkau pernah mengutip sebuah ayat suci Al-Qu'ran yang masih terngiang ditelinga. Engkau mengatakan : "Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia..." [1]
Sungguh aku tidak mengerti apa yang kau katakan, aku hanya berusaha mencari jawaban kalimat itu. Dimana Ibnu Abbas r.a. menfasirkan ayat itu, yang dimaksud daratan adalah kasih sayang manusia terhadap mahluk yang lainnya, sementara lautan adalah hati yang selalu iri dengki dan penyakit hati lainnya baik terhadap dirinya maupun sesama mahluk ciptaan Allah swt yang lain.
Aku berusaha memperdalam makna yang terkandung didalamnya dengan segala keterbatasan ilmu yang dimiliki. Bukan saja terhadap mahkluk yang hidup, bahkan mahluk yang mati (benda tak bernyawa) sekalipun. Walaupun belum kutemukan jawabannya, namun kini aku menemukan contoh yang lain.
Guru, kini negeri ini tertimpa bencana dimana-mana. Mungkin ini salah satu pertanda ayat suci tersebut. Disadari atau tidak kita telah ikut di dalamnya, daratan dan lautan tidak lagi seimbang. Kerusakan dan kehancuran di darat dan di laut karena campur tangan manusia.
Kemudian, guru engkau melanjutkan ayat tersebut: “…supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. [1].
Kini aku mulai bertanya lagi, perbuatan apa yang kami perbuat sehingga Allah timpakan peringatan, agar mereka kembali kejalan yang di ridhai. Sehingga saya teringat seorang khatib dan imam shalat Jum’at berkata : disadari atau tidak, bukan rahasia umum lagi maksiat telah nampak dimana-mana. Mari kita bandingkan berapa juta yang melakukan maksiat dan berapa juta yang melakukan bertobat. Jika sebagian kecil berdo’a untuk keselamatan negeri ini, sementara sebagian besar melakukan maksiat. Tentu jumlah yang kecil akan kalah dengan jumlah yang banyak. Setidaknya kta berusaha untuk memperbaiki diri sendiri dan keluarga”.
Pernahkah kita berdo’a untuk negeri ini sebagaimana Nabi Ibrahim berdo’a untuk keselamatan dan ketentraman mekah waktu itu. Kadang kita berdo’a untuk diri kita sendiri, lebih jauh sebatas mendo’akan keluarga, saudara, teman dan sahabat.
Guru, aku hanya berusaha berdo’a, sebagaimana Nabi Ibrahim a.s. berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian” [2].
Guru, kini aku berusaha mengerti.
FootNote:
[1]. Q.S. Ar-Rum:41, [2]. Q.S. Albaqarah:126
Mangkuk Tak Beralas
Seorang raja bersama pengiringnya yang baru saja keluar dari istananya untuk menikmati udara pagi, berpapasan dengan seorang peminta-minta. Sang raja menyapa sang peminta-minta:
-- Apa yang engkau inginkan dari beta?
Sang peminta-minta tersenyum dan berkata:
-- Tuanku bertanya kepada patik seakan-akan tuanku dapat memenuhi permintaan patik.
Sang raja merasa tertantang:
-- Tentu saja beta dapat memenuhi permintaanmu. Apa yang engkau minta, katakanlah.
Maka menjawablah sang peminta-minta:
-- Berpikirlah dua kali, hai tuanku, sebelum tuanku menjanjikan apa-apa.
Rupanya sang peminta-minta bukan sembarang peminta-minta. Namun sang raja tidak merasakan hal itu, bahkan sang raja timbul rasa angkuhnya karena mendapat nasihat dari sang peminta-minta yang menurut sang raja tidak patut dilakukan oleh orang yang hina itu.
-- Sudah beta katakan, apapun permintaanmu dapat beta penuhi. Beta adalah raja yang paling berkuasa dan kaya-raya. Apa sih keinginanmu itu yang tak dapat beta kabulkan?
Maka berkatalah sang peminta-minta:
-- Permintaan patik sederhana saja. Tuanku lihat mangkuk penadah sedekah ini? Dapatkah tuanku mengisinya penuh dengan apa yang tuanku inginkan.
Bukan main, sang peminta-minta berkata sebaliknya "apa saja tuanku imginkan". Maka dengan geram sang raja memanggil bendahara kerajaan yang ikut dalam rombongan itu.
-- Isikan penuh mangkuk orang hina ini dengan emas.
Bendahara kerajaan membuka pundi-pundinya yang berisi emas lalu dituangkannya emas dari pundi-pundi itu ke dalam mangkuk sedekah sang peminta-minta. Aneh, pundi-pundi besar yang berisi emas itu tidak dapat mengisi penuh mangkuk itu.
Menyaksikan bendahara kerajaan pulang balik antara gudang perbendaharaan kerajaan dengan tempat adegan yang aneh itu, maka seisi penghuni istana datang berkumpul, bahkan rumor "pertandingan" itu sudah melebar ke segenap penjuru ibu kota kerajaan. Maka berduyun-duyunlah penduduk datang menyaksikan pertandingan itu. Lagi dan lagi mangkuk itu diisi bendahara, lagi dan lagi seakan-akan mangkuk itu bolong tak berdasar. Namun sang raja tidak mau kehilangan muka dihadapan rakyatnya. Lagi dan lagi sang raja memerintahkan bendahara mengisi mangkuk itu. Mangkuk itu tetap kosong, walaupun seluruh perbendaharaan kerajaan emas, intan berlian, ratna mutumanikam telah habis dilahap mangkuk sedekah itu.
Akhirnya sang raja mau tidak mau, suka tidak suka terpaksa menyerah kalah. Sang raja jatuh bersimpuh di kaki sang peminta-minta. Dengan terbata-bata sang raja bertanya kepada sang peminta-minta yang bukan sembarang peminta-minta itu:
-- Dapatkan tuanku memenuhi permintaan patik, sebelum tuanku berlalu dari tempat ini? Itu mangkuk sedekah terbuat dari apa gerangan?
Peminta-minta itu menjawab sambil tersenyum:
-- Mangkuk itu terbuat dari keinginan manusia yang tanpa batas. Itulah yang mendorong manusia senantiasa bergelut dalam hidupnya. Engkau menginginkan sesuatu, sebermula ada kegembiran, gairah memuncak di hati dan pengalaman yang mengasyikkan. Dan akhirnya jika engkau telah mendapatkan keinginan itu, semua yang telah kau dapatkan itu, akhirnya tidak ada lagi artinya bagimu, semuanya hilang ibarat intan berlian yang masuk dalam mangkuk yang tak beralas itu. Kegembiran, gairah memuncak di hati dan pengalaman yang mengasyikkan itu hanya tatkala dalam proses untuk mendapatkan keinginan itu. Lagi-lagi jika keinginan tercapai, maka tatkala itu apa yang tadinya diinginkan lenyap lagi ditelan mangkuk yang tak berdasar itu. Datang lagi keinginan baru. Setelah tercapai hilang lagi ditelan mangkuk. Anak cucumu di belakang hari mengatakan dalam bahasa Bugis-Makassar: power tends to corrupt. Maka raja itu bertanya lagi:
-- Adakah cara untuk dapat menutup alas mangkuk itu?
-- Oh, ada, yaitu rasa syukur kepada Allah SWT, lain syakartum laaziydannakum(*), ucap sang peminta-minta, natulusuqmo lampana nalaloi napolong parang ri dallekanna ballaq lompoa sanggenna aqlanynyaq ripacciniqna tau jaiya (sambil ia berjalan melintas lapangan di depan istana, kemudian raib dari mata khalayak). WaLla-hu a'lamu bisshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar